Kitab tafisr Jami’ Al bayan Fi Ta’wil Ayi Al Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir Ath-Thabary yang diterbitkan oleh Dar al kutub Al Ilmiah (Beirut) pada tahun 1992 M/1412 H terdiri atas 12 jilid dan memiliki jumlah halaman dan ketebalan yang bervariasi di tiap jilidnya. Kitab ini berukuran 28 x 20 cm, dengan menggunakan kertas berukuran qwarto 60 gram, hard cover atau edisi lux dan memiliki design sampul full color dengan dasar berwarna hitam yang berkombinasi dengan warna emas dan warna hijau.
Kitab ini menafsirkan tiap ayat dari Al Qur’an yang terbagi dalam 12 jilid dengan spesifikasi sebagai berikut:
Pada jilid pertama terdiri dari 638 halaman yang pembahasannya dimulai dari surah Al Fatiha ayat 1 sampai surat Al baqarah ayat 141, yaitu juz 1.
Pada jilid kedua terdiri dari 655 halaman yang membahas surat Al Baqarah Ayat 142 sampai 252, yaitu juz 2.
Jilid ketiga tersusun dari 679 halaman dan membahas surat Al Baqarah ayat 253 sampai surat An Nisa’ ayat 23, yaitu juz 3 dan 4.
Jilid keempat tersusun dari 671 halaman, membahas juz 5 dan 6 yaitu surat An Nisa’ ayat 24 sampai Al Maidah 81.
Jilid kelima dari kitab ini membahas juz ke 7 dan 8 yaitu surat Al Maidah ayat 82 sampai surat Al A’raaf ayat 87 yang terdiri dari 559 halaman.
Jilid keenam dari kitab ini membahas juz ke 9, 10 dan 11 yaitu surat Al A’raaf ayat 88 sampai surat Huud ayat 5 dan terdiri dari 640 halaman.
Jilid ketujuh yang dibahas yaitu pada juz 12, 13 dan 14 surat Huud ayat 6 sampai surat An Nahl ayat 128 dan memiliki 685 halaman.
Jilid kedelapan yang dibahas yaitu pada juz 15 dan 16 surat Al Isra’ ayat 1 sampai surat Tha Ha’ ayat 131 dan memiliki 496 halaman.
Jilid ke sembilan membahas juz 17, 18 dan 19 yaitu surat Al Anbiya’ ayat 1 sampai surat An Naml ayat 55 dan terdiri dari 552 halaman.
Jilid kesepuluh membahas surat An Naml ayat 56 sampai Az Zumar ayat 29 pada juz 20, 21, 22 dan 23, 654 halaman.
Jilid kesebelas membahas mengenai surat Az Zumar ayat 30 sampai Al Hadid ayat 29 pada juz 24, 25, 26 dan 27 yang terdiri dari 720 halaman.
Jilid terakhir atau kedua belas kitab Ath-Thabary membahas juz 28, 29 dan 30 yaitu dimulai dari surat Al Mujadalah ayat 1 sampai An Nas ayat 6 dan terdiri dari 782 halaman.
Sekilas Tentang Jami’ al-bayan fi Ta’wil ai Al-Qur’an
Jami’ al-bayan fi Ta’wil ai Al-Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir Ath-Thabary adalah karya Ath-Thabary yang belum dijumpai padanannya. Karya yang sempat hilang berabad-abad sebelum ditemukan pada abad 19 dan pertama kali dicetak di Cairo pada tahun 1903 ini, merupakan sebuah kitab Tafsir paling berpengaruh sepanjang sejarah. Akan sangat mudah menemukan pengaruh Ath-Thabary dalam tafsir karangan Ibnu Katsir, al-Baghawi, al-Razi, al-Samarqandhi, Abu Hayyan, al-Zamahsyari dan mufassir lainnya. Bejibun karya tafsir dalam aneka macam metode dan madzhabnya layaknya etalase untuk memajang ide-ide Ath-Thabary.
Imam Ath Ath-Thabary telah merasakan sejak lembaran-lembaran awal tafsir beliau bahwa ia sedang membuat karya yang lebih sempurna dari karya serupa yang pernah ditulis pendahulunya. Dalam hal ini Ia berkata,"Ketika saya mencoba menjelaskan tafsir Al Quran dan menerangkan makna-maknan yang Isnya Allah menjadi kitab yang mencakup semua hal yang perlu diketahui manusia melebihi kitab lain yang ada sebelumnya. Saya berusaha menyebutkan dalil-dalil yang disepakati seluruh umat dan yang diperselisihkannya, menjelaskan alasan setiap madzab yang ada dan menerangkan alasan yang benar menurut saya dalam permaslahan yang terkait secara singkat."
Konon Sai’d menulis kitabnya tersebut atas permintaan Abdul Malik bin Marwan sebagai koleksi di perpustakaan istananya. Ada juga laporan yang menyatakan sarjana-sarjana Tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Ikrimah, Hasan al-Bashri, Ata’ bin Abi Rabah dan Sufyan Tsauri telah menulis semacam karya tafsir. Demikian pula dengan karya dari para Tabi’ tabi’in semisal Abdur Razzaq al-Shan’ani, Ibnu Juraij, Said bin Abi Arubah, Ishaq bin Rohuyah yang nuansa tafsirnya sangat kental tapi agaknya belum dapat dikatakan lepas dari disiplin hadis. Bahkan Muhammad Husain Dzahabi dengan tegas menyatakan Tafsir Ath-Thabary adalah kitab tafsir paling awal dan metodenya merupakan model percontohan bagi karya tafsir sesudahnya.
Tafsir Ath-Thabary termasuk kategori tafsir bi al-ma’tsur yaitu penafsiran berbasis tradisi atau teks. Penafsiran berbasis tradisi berarti sebuah penafsiran harus dibimbing oleh Al-Qur’an, Nabi SAW dan sarjana Islam masa awal. Dalam arti penafsiran diharapkan sebisa mungkin merefleksikan sumber-sumber Islam yang asli, dengan sebuah asumsi semakin dekat dengan Nabi SAW dan masa turunnya wahyu maka sebuah penafsiran akan semakin akurat. Penafsiran model ini sangat tergantung dan menekankan pentingnya jalur transmisi (isnad) sebagai ukuran otentisitas dan otoritasnya.
Kitab ini dikenal dengan sebutan Tafsir at-Thabary, yang pembahasannya didasarkan atas riwayat-riwayat dari Rasulullah Saw, para sahabat, dan tabi’in.
Penerapan metode secara konsisten ia tetapkan dengan tahlili menurut perspepsi sekarang. Metode ini memungkinkan terjadinya dialog antara pembaca dengan teks-teks Al-Qur’an dan diharapkan adanya kemampuan untuk menangkap pesan-pesan yang didasarkan atas konteks kesejarahan yang kuat.
Tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Seorang penafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara runtut daru awal hingga akhirnya, dan surat demi surat sesuai dengan Mushaf Utsmani. Untuk itu, ia mengurikan kosa kata dari lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsure-unsur I’jaz dan balaghah, serta kandungannya dari berbagai aspek dan hukum. Penasiran dengan metode tahlili juga tidak mengabaikan aspek asbab al-nuzul suatu ayat, munasabah (hubungan) ayat Al-Qur’an satu sama lain. Dalam pembahasannya, penafsir biasanya merujuk riwayat-riwayat terdahulu baik yang diterima dari Nabi, sahabat, maupun unakapan-ungkapan arab pra Islam dan kisah isra’iliyat.
Jami’ al-bayan fi Ta’wil ai Al-Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir Ath-Thabary adalah karya Ath-Thabary yang belum dijumpai padanannya. Karya yang sempat hilang berabad-abad sebelum ditemukan pada abad 19 dan pertama kali dicetak di Cairo pada tahun 1903 ini, merupakan sebuah kitab Tafsir paling berpengaruh sepanjang sejarah. Akan sangat mudah menemukan pengaruh Ath-Thabary dalam tafsir karangan Ibnu Katsir, al-Baghawi, al-Razi, al-Samarqandhi, Abu Hayyan, al-Zamahsyari dan mufassir lainnya. Bejibun karya tafsir dalam aneka macam metode dan madzhabnya layaknya etalase untuk memajang ide-ide Ath-Thabary.
Imam Ath Ath-Thabary telah merasakan sejak lembaran-lembaran awal tafsir beliau bahwa ia sedang membuat karya yang lebih sempurna dari karya serupa yang pernah ditulis pendahulunya. Dalam hal ini Ia berkata,"Ketika saya mencoba menjelaskan tafsir Al Quran dan menerangkan makna-maknan yang Isnya Allah menjadi kitab yang mencakup semua hal yang perlu diketahui manusia melebihi kitab lain yang ada sebelumnya. Saya berusaha menyebutkan dalil-dalil yang disepakati seluruh umat dan yang diperselisihkannya, menjelaskan alasan setiap madzab yang ada dan menerangkan alasan yang benar menurut saya dalam permaslahan yang terkait secara singkat."
Konon Sai’d menulis kitabnya tersebut atas permintaan Abdul Malik bin Marwan sebagai koleksi di perpustakaan istananya. Ada juga laporan yang menyatakan sarjana-sarjana Tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Ikrimah, Hasan al-Bashri, Ata’ bin Abi Rabah dan Sufyan Tsauri telah menulis semacam karya tafsir. Demikian pula dengan karya dari para Tabi’ tabi’in semisal Abdur Razzaq al-Shan’ani, Ibnu Juraij, Said bin Abi Arubah, Ishaq bin Rohuyah yang nuansa tafsirnya sangat kental tapi agaknya belum dapat dikatakan lepas dari disiplin hadis. Bahkan Muhammad Husain Dzahabi dengan tegas menyatakan Tafsir Ath-Thabary adalah kitab tafsir paling awal dan metodenya merupakan model percontohan bagi karya tafsir sesudahnya.
Tafsir Ath-Thabary termasuk kategori tafsir bi al-ma’tsur yaitu penafsiran berbasis tradisi atau teks. Penafsiran berbasis tradisi berarti sebuah penafsiran harus dibimbing oleh Al-Qur’an, Nabi SAW dan sarjana Islam masa awal. Dalam arti penafsiran diharapkan sebisa mungkin merefleksikan sumber-sumber Islam yang asli, dengan sebuah asumsi semakin dekat dengan Nabi SAW dan masa turunnya wahyu maka sebuah penafsiran akan semakin akurat. Penafsiran model ini sangat tergantung dan menekankan pentingnya jalur transmisi (isnad) sebagai ukuran otentisitas dan otoritasnya.
Kitab ini dikenal dengan sebutan Tafsir at-Thabary, yang pembahasannya didasarkan atas riwayat-riwayat dari Rasulullah Saw, para sahabat, dan tabi’in.
Penerapan metode secara konsisten ia tetapkan dengan tahlili menurut perspepsi sekarang. Metode ini memungkinkan terjadinya dialog antara pembaca dengan teks-teks Al-Qur’an dan diharapkan adanya kemampuan untuk menangkap pesan-pesan yang didasarkan atas konteks kesejarahan yang kuat.
Tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Seorang penafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara runtut daru awal hingga akhirnya, dan surat demi surat sesuai dengan Mushaf Utsmani. Untuk itu, ia mengurikan kosa kata dari lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsure-unsur I’jaz dan balaghah, serta kandungannya dari berbagai aspek dan hukum. Penasiran dengan metode tahlili juga tidak mengabaikan aspek asbab al-nuzul suatu ayat, munasabah (hubungan) ayat Al-Qur’an satu sama lain. Dalam pembahasannya, penafsir biasanya merujuk riwayat-riwayat terdahulu baik yang diterima dari Nabi, sahabat, maupun unakapan-ungkapan arab pra Islam dan kisah isra’iliyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar