A. PENDAHULUAN
Masalah lingkungan kini harus menjadi perhatian semua kalangan, karena akhir-akhir ini banyak sekali bencana yang menimpa bangsa kita yang disebabkan kerusakan lingkungan. Itu jugalah yang menjadi alasan kenapa mesti ada kajian tentang diskursus teologi lingkungan.
Masalah lingkungan hidup mau tidak mau sudah menjadi perhatian kita bersama baik secara local maupun secara global. Dengan sepuluh juta manusia dan masih banyak lagi makhluk lain, kita hidup dalam sebuah metropol yang pada tanggal 13 maret 1998 diberi kehormatan oleh PBB sebagai kota tercemar nomor tiga di dunia, setelah Mexiko City dan Bangkok.
Kesejahteraan lingkungan hidup kita begitu mudah dikorbankan kepada kebutuhan lain yang adakalanya sangat mendesak, tapi tak jarang juga hanyalah sebuah keserakahan, kenikmatan dan kemudahan yang berlebihan. Negeri kita telah mengalami bencana alam yakni kebakaran dan penggundulan hutan tropis di Kalimantan, Sumatra dan pulau lain. Ini bukanlah permainan alam melainkan ulah manusia yang haus akan lahan, entah untuk mencari nafkah hidup atau untuk mengeruk harta kekayaan.
Banyak orang yang senantiasa mengeksploitasi alam tanpa melihat realitas sebagai sebuah tanggungjawab kemanusiaan dan itu juga akibat pandangan dunia yang materialistik-parsial, mereka apra penjahat lingkungan memisahkan antara Tuhan, alam (makro kosmos) dan manusia (mikro kosmos).
Meskipun manusia lebih dikenal sebagai multidimensi, namun, berdasarkan pendekatan ekologis manusia adalah makhluk lingkungan. Dalam menjalankan fungsi dan posisinya sebagai salah satu sub dari ekosistem, manusia selalu memiliki kecenderungan untuk selalu mencoba dan mengerti akan lingkungannya. Bahkan manusia cenderung bereaksi terhadap pengertiannya dibanding dengan reaksinya terhadap lingkungan itu sendiri.
B. POKOK BAHASAN
1. Konseptualisasi Teologi Lingkungan
Teologi lingkungan merupakan kajian baru dalam dunia teologi, kajian teologi muncul sebagai penyingkapan positif terhadap persoalan lingkungan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada masa klasik dan pada masa pertengahan tidak mengembangkan kajian tentang linkungan, karena pada masa itu lingkungan belum menimbulkan masalah dan belum bermasalah. Pada masa lingkungan masih bersahabat dan memiliki daya dukung optimum bagi kehidupan manusia dan mahluk lainnya.
Sedangkan pada masa kontemporer modern ini justru lingkungan sudah menjadi masalah yang sangat besar, bahkan masalahnya sudah menjadi keprihatinan serius secara global. Oleh karena itu teologi lingkungan merupakan teologi yang kontekstual.
Kajian tentang teologi lingkungan mula-mula dilakukan oleh JB. Banawiratma Sj. Dan J. Muller Sj. Seorang teolog Kristen yang memperkenalkan teologi lingkungan dalam salah satu pasal dalam bukunya yang berjudul “berteologi sosial lintas ilmu”. Mereka mengaitkan bahwa inti dari teologi lingkungan Kristen adalah “bahwa manusia sebagai citra Allah” hal ini didasarkan pada firman allah dalam kitab kejadian 1: 27 yang mengatakan bahwa “ Allah mencibtakan manusia menurut citranya, menurut citra Allah diciptakannya dia laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka”. Pernyataan Allah “ manusia sebagai citra Allah, perlu dimengerti secara luas, tidak hanya dimengerti secara personal individual juga harus dimengerti secara sosial komunal bahkan secara kosmis ekologis.
Dalam khasanah pikiran Islam, teologi lingkungan merupaka bagian integral dari teologi Islam kontemporer yang kreatif. Dinamika teologi Islam diproses melalui upaya rekonstruksi teologi Islam klasik yang disemangati oleh api modernitas untuk memenuhi kebutuhan muslim kontemporer. Ontology teologi Islam kontemporer memang berbeda dengan ontologi klasik dan modern. Ontology Islam klasik dan modern cenderung sangat doktrinal. Sedang ontology Islam kontemporer cenderunng berisi resolusi idealogis, resolusi ideologis dalam teologi Islam kontemporer dijabarkan dalam berbagai disiplin yang sesuai dengan bidang garapannya. Teologi tersebut bisa dikatakan sebagai teologi spesialis yang dirancang antara lain :teologi pembebasan, teologi politik, teologi populis, teologi feminis, teologi kerja, teologi tanah dan teologi lingkungan.
a. Teologi Energi
Pada dasarnya, kesadaran manusia akan kebutuhan energi dimulai sejak manusia dilahirkan ke dunia ini. Hanya saja kesadaran akan pemakaian fungsional terhadap sumber daya mengalami fluktuasi. Misalnya, citra energy kayu bakar semula dianggap sebagai sumber daya tunggal, tetapi setelah ditemukannya batu bara maka kayu bakar mulai didesak citranya sebagai energy tunggal, dan begitupun setelah minyak bumi ditemukan batu bara juga mulai terdesak dan begitu seterusnya.
Dinamika pemaknaan fungsional sumber daya demikian disebabkan Karena manusia itu sendiri yang bersifat dinamis dan trasnpormatif. Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan fisik dan keterampilan manusia berkembang secara dinamik dan transpormatif selaras dengan dinamika perkembangan dan perubahan potensi non fisik yaitu spiritualitas, moralitas dan intelektualitas.
Semula energi dipahami dan diidentifikasikan oleh manusia hanya sebagai sumber dayadengan substansi tertentu atau benda kasat mata yang dapat dipegang. Padahal energy bukanlah suatu term yang berarti suatu benda atau substansi yang kasat mata, melainkan term yang bermakna fungsi suatu atau fungsi suatu substansi yang berperan dalam suatu proses. Dengan ungkapan lain, bahwa sumber daya merupakan kemampuan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan yang timbul dari interaksi antara manusia dengan alam. Misalnya energy listrik merupakan sumber daya yang dihasilkan oleh adanya interaksi antara manusia dengan berbagai sumber daya alam yang memunculkan pusat listrik tenaga air (PLTA),Pusat listrik tenaga uap atau udara (PLTU), pusat listrik tenaga surya (PLTS), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN). Dan sebagainya.
b. Teologi Pembangunan
Pembangunan merupakan konsep normatif memiliki pemaknaan yang terbuka. Dalam pengertian secara substansial istilah dasarnya adalah pembangunan. Akan tetapi penjabaran maknanya, visi dan strateginya dapat berv ariasi sehingga memunculkan berbagai istilah yang mendampingi khazanah istilah pembangunan. Misalnya istilah modernisasi, westernisasi, industrialisasi dan sebagainya. Munculnya beragam istilah yang mengacu pada pembangunan bukan sekedar muncul tanpa makna melainkan muncul berdasarkan sistem teologi pembangunan yang diyakini, sistem keyakinan tersebut bisa jadi muncul dari pengalaman sejarah, budaya adihulung dan Agama yang dipeluk.
Berdasarkan keyakinan tersebut secara linier berpeluang ditegaskan bahwa kebervariasian konsep teologi masyarakat berdampak pada konseptualisasi dan strategi pembangunan yang dilakukan. Sebab konsep pembangunan merupakan garis perjuangan yang diyakini mampu menghantarkan masyarakat menuju kehidupan yang dicita-citakan. Dengan demikian, konsep pembangunan merupakan cerminan dari sistem teologi pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, masing-masing masyarakat beragama berpeluang merumuskan sistem teologi pembangunan sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.
Ekoteologi Islam memiliki teologi pembangunan yang dirancang sebagai fondasi konsep pembangunan berwawasan Islam, konsep ini dirumuskan atas dasar prinsip teologi pembangunan Islam atau yang biasa disebut sebagai rukun iman pembangunan Islam yang terdiri dari tiga pilar penyangga teologis yang percaya bahwa :
1. Pembangunan merupakan keniscayaan guna mengoptimalisasikan daya dukung lingkungan bagi kehidupan.
2. Manusia merupakan mahluk pembangunan, maka kualitasnya ditentukan oleh hasil pembangunannya.
3. Hakekat pembangunan adalah pembangunan yang holistic integralistik. Yakni pembangunan yang berkeseimbangan dan berkesinambungan.
c. Teologi Banjir
Sesungguhnya banjir tidak selamanya berdampak negatif, tapi juga kadang berdampak positif. Hanya saja dampak negatifnya terkadang lebih besar dan lebih cepat ditangkap dan dirasakan, begitupun sebaliknya, dampak positif dari banjir cenderung lebih sedikit dan tidak dapat dirasakan segera. Sehingga pada umumnya pemaknaan terhadap banjir lebih terarah pada segi negatif yang terjadi. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengertian yang memadai tentang banjir perlu dirumuskan suatu defenisi yang lebih tepat.
Secara ekologis banjir merupakan peristiwa alam berupa peningkatan debet air secara cepat sehingga meluap dari palunggnya dan menggenangi daerah di sekitar secara temporer. Dalam defenisi ini terdapat tiga unsur pembatas sehingga dapat diketahui pemaknaannya secara memadai yakni banjir sebagai peristiwa alam, peningkatan debet air secara cepat dan menggenangi daerah setempat.
Banjir dinyatakan sebagai peristiwa alam mengandung makna bahwa banjir merupakan fenomena alam yang terjadi mengikuti hukum alam. Oleh karena itu proses kejadiannya dapat dipikirkan berdasarkan penalaran hukum alam dan dapat diantisipasi berdasarkan hukum alam pula. Hal ini mungkin berbeda jika banjir dinyatakan sebagai peristiwa mistik.
Banjir dinyatakan sebagai peningkatan debet air mengadung arti jika peningkatan debet air terjadi secara perlahan-lahan dan masih ditampung oleh palungnya maka bukanlah termasuk kategori banjir. Yang dapat dikategorikan sebagai banjir jika proses kejadiannya secara cepat dan tidak dapat ditampung oleh palungnya atau meluap. Kemudian banjir dinyatakan sebagai peristiwa tergenangnya daerah mengandung makna bahwa jika debet air tidak sampai menggenangi di sekitar aliran air maka tidak dapat dikatakan sebagai banjir.
d. Teologi Pemanasan Global
Dalam tradisi Islam belum dikenal adanya teologi pemanasan global. Sebab pemanasan global merupakan fenomena ekologis modern. Sehingga teologi Islam baik klsik, menengah,maupun modern belum merumuskan dalam konsep teologisnya. Kalaupun ada,merupakan pemikiran yang sudah berkembang dalam khazanah teologi cuaca barulah bersifat elementer. Misalnya teologi musim yang terbagi menjadi dua yaitu musim panas dan musim dingin.
Fenomena pemanasan global yang telah menjadi permasalahan bersama yang ada dihadapan kita. Bahwa yang diakibatkan oleh pemanasan global cukup serius yang mengancam kelangsungan hidup manusia dan mahluk lain. Akhirnya berbagai pihak cukup serius berusaha untuk mengantisipasi dengan berbagai pendekatan yang dilakukan salah satunya adalah dengan pendekatan ekoteologi Islam.
Ekoteologi Islam merumuskan prinsip teologis bahwa hakikat orang yang beriman adalah orang yang percaya bahwa: 1) Bumi adalah tempat hidup yang ideal. 2) langit adalah pelindung kehidupan. 3) pemanasan global adalah kiamat antropogenetik.
2. Hubungan Tuhan,Manusia Dengan Lingkungan
Ekologi yang berkembang hingga sekarang ini cenderung bersifat antroposentris, sekularistik dan ateistik. Ekologi demikian ditengarahi terbukti menjadi akar penyebab berkembangnya paham antroposentrisme. paham antroposentrisme dalam pengelolaan menjadi biang keladi akar penyebab munculnya kerusakan lingkungan yang makin parah. Oleh karena itu perlu dikembangkan ekologi alternatif yang bernuansa rasional dan spiritual religius. Perumusan ekologi alternatif,yakni ekologi Islam adalah untuk menjawab arus perubahan kecenderungan global bahwa dalam mengatasi dan mengantisipasi pencemaran dan kerusakan lingkungan global itu tidak cukup dengan hanya mengandalkan teknis dan ekologis saja. Melainkan perlu didekati dengan pendekatan yang holistik integralistik yakni teknologis, ekologis dan spiritual religius. Dengan demikian, konsep ekoreligi Islam merupakan salah satu tawaran antisipatif ekologis spiritual religius Islami.
Oleh karena itu, jika sistem keyakinan pro-ekologis maka perilaku kearifan lingkungannya agak tinggi. Sebaliknya, jika sistem keyakinannya kontra ekologis maka perilakunya akan menantang sunnah lingkungan. Betapapun terdapat keyakinan bahwa Islam memilki sistem teologi tentang lingkungan, namun ternyata baru bersifat potensial tentative teologis paradigmatic. Artinya, Islam baru memilki konsep teologi lingkungan yang utuh menyeluruh dan detail operasional, dengan demikian tawaran konsep ekoteologi Islam berpeluang untuk diapresiasi secara positif baik secara ilmiah akademis maupun secara ilmiah aplikatif.
Melihat akar pemikiran ekologi yang silsilahnya dapat ditarik garis merah dari kultus personal, maka hubungan Tuhan dengan lingkungan paling banter dalam teologi dan tidak tertutup kemungkinan adalah abstain. Artinya jika ekologi berdarah rasionalisme spiritual, maka hubungan Tuhan dengan lingkungan bersifat teologi berjarak. Akan tetapi jika berpeluang berdarah rasionalisme material maka tidak tahu menahu hubungan Tuhan dengan lingkungan atau malah tidak mengakui sama sekali tentang adanya Tuhan (ateistik).
Jika ekologi mengingkari hubungan Tuhan dengan lingkungan maka wajar jika pada praksisnya ekologi terlepas secara murni dari nilai-nilai spiritual religius. Disamping itu, ekologi berkembang tampak mengacu pada pemikiran prakmatis yang berimplikasi pada penanganan lingkungan yang sifatnya tambal sulam.
Berbeda dengan khazanah ekologi yang ateistik, dalam khazanah ekologi Islam meyakini bahwa hubungan Tuhan dengan lingkungan cukup akrab. Hubungan Tuhan dengan lingkungan itu terjalin secara harmonis dan berkesinambungan dalam waktu serta ruang yang tidak terbatas. Artinya, bahwa Islam memilki teologi sistemik tentang hubungan Tuhan dengan lingkungan yang mengacu pada hubungan struktural yaitu bahwa Tuhan sebagai pencipta dan pemilik lingkungan serta hubungan fungsional yaitu Tuhan sebagai pemelihara lingkungan.
C.KOMENTAR DAN SARAN
- Melihat realitas lingkungan kita hari ini, buku ini yang menawarkan sebuah konsep tentang bagaimana memperlakukan lingkungan dan tentunya sangat tepat dikonsumsi.
- Buku ini sangat layak untuk dibaca karena memuat gagasan perbandingan lingkungan yaitu antara persepsi ekologi murni di satu sisi dan persepsi ekologi Islam di sisi yang lain.
- Semoga dengan hadirnya tulisan ini bisa menyentil kesadaran ekologis kita, sehingga kita mampu untuk mengejawantahkan secara maksimum dalam praksisnya.
1. Konseptualisasi Teologi Lingkungan
Teologi lingkungan merupakan kajian baru dalam dunia teologi, kajian teologi muncul sebagai penyingkapan positif terhadap persoalan lingkungan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada masa klasik dan pada masa pertengahan tidak mengembangkan kajian tentang linkungan, karena pada masa itu lingkungan belum menimbulkan masalah dan belum bermasalah. Pada masa lingkungan masih bersahabat dan memiliki daya dukung optimum bagi kehidupan manusia dan mahluk lainnya.
Sedangkan pada masa kontemporer modern ini justru lingkungan sudah menjadi masalah yang sangat besar, bahkan masalahnya sudah menjadi keprihatinan serius secara global. Oleh karena itu teologi lingkungan merupakan teologi yang kontekstual.
Kajian tentang teologi lingkungan mula-mula dilakukan oleh JB. Banawiratma Sj. Dan J. Muller Sj. Seorang teolog Kristen yang memperkenalkan teologi lingkungan dalam salah satu pasal dalam bukunya yang berjudul “berteologi sosial lintas ilmu”. Mereka mengaitkan bahwa inti dari teologi lingkungan Kristen adalah “bahwa manusia sebagai citra Allah” hal ini didasarkan pada firman allah dalam kitab kejadian 1: 27 yang mengatakan bahwa “ Allah mencibtakan manusia menurut citranya, menurut citra Allah diciptakannya dia laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka”. Pernyataan Allah “ manusia sebagai citra Allah, perlu dimengerti secara luas, tidak hanya dimengerti secara personal individual juga harus dimengerti secara sosial komunal bahkan secara kosmis ekologis.
Dalam khasanah pikiran Islam, teologi lingkungan merupaka bagian integral dari teologi Islam kontemporer yang kreatif. Dinamika teologi Islam diproses melalui upaya rekonstruksi teologi Islam klasik yang disemangati oleh api modernitas untuk memenuhi kebutuhan muslim kontemporer. Ontology teologi Islam kontemporer memang berbeda dengan ontologi klasik dan modern. Ontology Islam klasik dan modern cenderung sangat doktrinal. Sedang ontology Islam kontemporer cenderunng berisi resolusi idealogis, resolusi ideologis dalam teologi Islam kontemporer dijabarkan dalam berbagai disiplin yang sesuai dengan bidang garapannya. Teologi tersebut bisa dikatakan sebagai teologi spesialis yang dirancang antara lain :teologi pembebasan, teologi politik, teologi populis, teologi feminis, teologi kerja, teologi tanah dan teologi lingkungan.
a. Teologi Energi
Pada dasarnya, kesadaran manusia akan kebutuhan energi dimulai sejak manusia dilahirkan ke dunia ini. Hanya saja kesadaran akan pemakaian fungsional terhadap sumber daya mengalami fluktuasi. Misalnya, citra energy kayu bakar semula dianggap sebagai sumber daya tunggal, tetapi setelah ditemukannya batu bara maka kayu bakar mulai didesak citranya sebagai energy tunggal, dan begitupun setelah minyak bumi ditemukan batu bara juga mulai terdesak dan begitu seterusnya.
Dinamika pemaknaan fungsional sumber daya demikian disebabkan Karena manusia itu sendiri yang bersifat dinamis dan trasnpormatif. Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan fisik dan keterampilan manusia berkembang secara dinamik dan transpormatif selaras dengan dinamika perkembangan dan perubahan potensi non fisik yaitu spiritualitas, moralitas dan intelektualitas.
Semula energi dipahami dan diidentifikasikan oleh manusia hanya sebagai sumber dayadengan substansi tertentu atau benda kasat mata yang dapat dipegang. Padahal energy bukanlah suatu term yang berarti suatu benda atau substansi yang kasat mata, melainkan term yang bermakna fungsi suatu atau fungsi suatu substansi yang berperan dalam suatu proses. Dengan ungkapan lain, bahwa sumber daya merupakan kemampuan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan yang timbul dari interaksi antara manusia dengan alam. Misalnya energy listrik merupakan sumber daya yang dihasilkan oleh adanya interaksi antara manusia dengan berbagai sumber daya alam yang memunculkan pusat listrik tenaga air (PLTA),Pusat listrik tenaga uap atau udara (PLTU), pusat listrik tenaga surya (PLTS), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN). Dan sebagainya.
b. Teologi Pembangunan
Pembangunan merupakan konsep normatif memiliki pemaknaan yang terbuka. Dalam pengertian secara substansial istilah dasarnya adalah pembangunan. Akan tetapi penjabaran maknanya, visi dan strateginya dapat berv ariasi sehingga memunculkan berbagai istilah yang mendampingi khazanah istilah pembangunan. Misalnya istilah modernisasi, westernisasi, industrialisasi dan sebagainya. Munculnya beragam istilah yang mengacu pada pembangunan bukan sekedar muncul tanpa makna melainkan muncul berdasarkan sistem teologi pembangunan yang diyakini, sistem keyakinan tersebut bisa jadi muncul dari pengalaman sejarah, budaya adihulung dan Agama yang dipeluk.
Berdasarkan keyakinan tersebut secara linier berpeluang ditegaskan bahwa kebervariasian konsep teologi masyarakat berdampak pada konseptualisasi dan strategi pembangunan yang dilakukan. Sebab konsep pembangunan merupakan garis perjuangan yang diyakini mampu menghantarkan masyarakat menuju kehidupan yang dicita-citakan. Dengan demikian, konsep pembangunan merupakan cerminan dari sistem teologi pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, masing-masing masyarakat beragama berpeluang merumuskan sistem teologi pembangunan sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.
Ekoteologi Islam memiliki teologi pembangunan yang dirancang sebagai fondasi konsep pembangunan berwawasan Islam, konsep ini dirumuskan atas dasar prinsip teologi pembangunan Islam atau yang biasa disebut sebagai rukun iman pembangunan Islam yang terdiri dari tiga pilar penyangga teologis yang percaya bahwa :
1. Pembangunan merupakan keniscayaan guna mengoptimalisasikan daya dukung lingkungan bagi kehidupan.
2. Manusia merupakan mahluk pembangunan, maka kualitasnya ditentukan oleh hasil pembangunannya.
3. Hakekat pembangunan adalah pembangunan yang holistic integralistik. Yakni pembangunan yang berkeseimbangan dan berkesinambungan.
c. Teologi Banjir
Sesungguhnya banjir tidak selamanya berdampak negatif, tapi juga kadang berdampak positif. Hanya saja dampak negatifnya terkadang lebih besar dan lebih cepat ditangkap dan dirasakan, begitupun sebaliknya, dampak positif dari banjir cenderung lebih sedikit dan tidak dapat dirasakan segera. Sehingga pada umumnya pemaknaan terhadap banjir lebih terarah pada segi negatif yang terjadi. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengertian yang memadai tentang banjir perlu dirumuskan suatu defenisi yang lebih tepat.
Secara ekologis banjir merupakan peristiwa alam berupa peningkatan debet air secara cepat sehingga meluap dari palunggnya dan menggenangi daerah di sekitar secara temporer. Dalam defenisi ini terdapat tiga unsur pembatas sehingga dapat diketahui pemaknaannya secara memadai yakni banjir sebagai peristiwa alam, peningkatan debet air secara cepat dan menggenangi daerah setempat.
Banjir dinyatakan sebagai peristiwa alam mengandung makna bahwa banjir merupakan fenomena alam yang terjadi mengikuti hukum alam. Oleh karena itu proses kejadiannya dapat dipikirkan berdasarkan penalaran hukum alam dan dapat diantisipasi berdasarkan hukum alam pula. Hal ini mungkin berbeda jika banjir dinyatakan sebagai peristiwa mistik.
Banjir dinyatakan sebagai peningkatan debet air mengadung arti jika peningkatan debet air terjadi secara perlahan-lahan dan masih ditampung oleh palungnya maka bukanlah termasuk kategori banjir. Yang dapat dikategorikan sebagai banjir jika proses kejadiannya secara cepat dan tidak dapat ditampung oleh palungnya atau meluap. Kemudian banjir dinyatakan sebagai peristiwa tergenangnya daerah mengandung makna bahwa jika debet air tidak sampai menggenangi di sekitar aliran air maka tidak dapat dikatakan sebagai banjir.
d. Teologi Pemanasan Global
Dalam tradisi Islam belum dikenal adanya teologi pemanasan global. Sebab pemanasan global merupakan fenomena ekologis modern. Sehingga teologi Islam baik klsik, menengah,maupun modern belum merumuskan dalam konsep teologisnya. Kalaupun ada,merupakan pemikiran yang sudah berkembang dalam khazanah teologi cuaca barulah bersifat elementer. Misalnya teologi musim yang terbagi menjadi dua yaitu musim panas dan musim dingin.
Fenomena pemanasan global yang telah menjadi permasalahan bersama yang ada dihadapan kita. Bahwa yang diakibatkan oleh pemanasan global cukup serius yang mengancam kelangsungan hidup manusia dan mahluk lain. Akhirnya berbagai pihak cukup serius berusaha untuk mengantisipasi dengan berbagai pendekatan yang dilakukan salah satunya adalah dengan pendekatan ekoteologi Islam.
Ekoteologi Islam merumuskan prinsip teologis bahwa hakikat orang yang beriman adalah orang yang percaya bahwa: 1) Bumi adalah tempat hidup yang ideal. 2) langit adalah pelindung kehidupan. 3) pemanasan global adalah kiamat antropogenetik.
2. Hubungan Tuhan,Manusia Dengan Lingkungan
Ekologi yang berkembang hingga sekarang ini cenderung bersifat antroposentris, sekularistik dan ateistik. Ekologi demikian ditengarahi terbukti menjadi akar penyebab berkembangnya paham antroposentrisme. paham antroposentrisme dalam pengelolaan menjadi biang keladi akar penyebab munculnya kerusakan lingkungan yang makin parah. Oleh karena itu perlu dikembangkan ekologi alternatif yang bernuansa rasional dan spiritual religius. Perumusan ekologi alternatif,yakni ekologi Islam adalah untuk menjawab arus perubahan kecenderungan global bahwa dalam mengatasi dan mengantisipasi pencemaran dan kerusakan lingkungan global itu tidak cukup dengan hanya mengandalkan teknis dan ekologis saja. Melainkan perlu didekati dengan pendekatan yang holistik integralistik yakni teknologis, ekologis dan spiritual religius. Dengan demikian, konsep ekoreligi Islam merupakan salah satu tawaran antisipatif ekologis spiritual religius Islami.
Oleh karena itu, jika sistem keyakinan pro-ekologis maka perilaku kearifan lingkungannya agak tinggi. Sebaliknya, jika sistem keyakinannya kontra ekologis maka perilakunya akan menantang sunnah lingkungan. Betapapun terdapat keyakinan bahwa Islam memilki sistem teologi tentang lingkungan, namun ternyata baru bersifat potensial tentative teologis paradigmatic. Artinya, Islam baru memilki konsep teologi lingkungan yang utuh menyeluruh dan detail operasional, dengan demikian tawaran konsep ekoteologi Islam berpeluang untuk diapresiasi secara positif baik secara ilmiah akademis maupun secara ilmiah aplikatif.
Melihat akar pemikiran ekologi yang silsilahnya dapat ditarik garis merah dari kultus personal, maka hubungan Tuhan dengan lingkungan paling banter dalam teologi dan tidak tertutup kemungkinan adalah abstain. Artinya jika ekologi berdarah rasionalisme spiritual, maka hubungan Tuhan dengan lingkungan bersifat teologi berjarak. Akan tetapi jika berpeluang berdarah rasionalisme material maka tidak tahu menahu hubungan Tuhan dengan lingkungan atau malah tidak mengakui sama sekali tentang adanya Tuhan (ateistik).
Jika ekologi mengingkari hubungan Tuhan dengan lingkungan maka wajar jika pada praksisnya ekologi terlepas secara murni dari nilai-nilai spiritual religius. Disamping itu, ekologi berkembang tampak mengacu pada pemikiran prakmatis yang berimplikasi pada penanganan lingkungan yang sifatnya tambal sulam.
Berbeda dengan khazanah ekologi yang ateistik, dalam khazanah ekologi Islam meyakini bahwa hubungan Tuhan dengan lingkungan cukup akrab. Hubungan Tuhan dengan lingkungan itu terjalin secara harmonis dan berkesinambungan dalam waktu serta ruang yang tidak terbatas. Artinya, bahwa Islam memilki teologi sistemik tentang hubungan Tuhan dengan lingkungan yang mengacu pada hubungan struktural yaitu bahwa Tuhan sebagai pencipta dan pemilik lingkungan serta hubungan fungsional yaitu Tuhan sebagai pemelihara lingkungan.
C.KOMENTAR DAN SARAN
- Melihat realitas lingkungan kita hari ini, buku ini yang menawarkan sebuah konsep tentang bagaimana memperlakukan lingkungan dan tentunya sangat tepat dikonsumsi.
- Buku ini sangat layak untuk dibaca karena memuat gagasan perbandingan lingkungan yaitu antara persepsi ekologi murni di satu sisi dan persepsi ekologi Islam di sisi yang lain.
- Semoga dengan hadirnya tulisan ini bisa menyentil kesadaran ekologis kita, sehingga kita mampu untuk mengejawantahkan secara maksimum dalam praksisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar